Iboih Beach, Sabang, Weh Island, Aceh.

Iboih Beach, Sabang, Weh Island, Aceh.

Jumat, 30 Januari 2015

Resolusi Blog Tercinta 2015



Hari ini, hampir di penghujung bulan Januari 2015. Meski resolusi hidup di tahun 2015 ini tidak aku tuliskan secara terbuka, tapi semuanya terukir di hati dan pikiran #tsaah. Biarlah cuma diriku dan keluarga yang tahu. Kan yang penting usaha yang kita lakukan untuk mewujudkan resolusi-resolusi itu. Semoga semesta mendukung.

Well, beberapa hari yang lalu, aku ikut meramaikan jagat per-blog-an dengan mendaftarkan diri dan blog di Indonesian Hijab Blogger (IHB). In sya Allah dengan semakin banyak bergabung dengan cara seperti ini, semakin bertambah teman, bertemu dengan banyak blogger yang meng-inspirasi dan menemukan berbagai hal menarik. Amiiin.

Nah, kebetulan IHB mengadakan tantangan Blog Post Challenge nih. Khusus untuk bulan Januari ini, temanya adalah Resolusi Blog 2015 ! Waaah, kalo ini seru soalnya memang sejak awal tahun sudah berencana melakukan perbaikan-perbaikan di blog tercinta ini. :-)
Di tambah lagi, 5 post terbaik akan mejeng di IHB dan mendapatkan hadiah. Mau pake banget donk. Wokeh, kita lanjut yaa...

Di tahun 2015 ini diriku sudah punya resolusi blog sendiri, diantaranya :

1. Lebih rajin posting.
   Yup, ini sudah sedikit-sedikit aku wujudkan. Untuk bulan Januari ini saja alhamdulillah diantara cukup banyak aktifitas, aku berhasil posting 6 judul. Tahun 2014 lalu, setahun cuma bisa posting 36 postingan. Artinya rata-rata hanya 3 postingan perbulan. Meski harusnya bisa lebih banyak yang di posting karena sebetulnya bahannya banyak, tapi ini sudah lebih baik dari sebelumnya. *loncatgirang

2. Perbanyak posting tentang review Buku.
   Yang ini juga sudah aku mulai. Bisa dilihat dari beberapa postingan terakhir tentang review buku-buku yang aku baca. Posting tentang buku, bagiku sama dengan menuliskan sesuatu yang aku suka. Jadi nambah semangat. Selain itu, ke toko buku dan menyediakan budget setiap bulannya untuk beli buku juga adalah resolusi yang terkait dengan resolusi ke-2 ini. Pengen banget bisa sharing review buku-buku tentang parenting dan motivasi nih. Do'akan bisa diwujudkan yaaa...:-)

3. Rajin blog walking ke banyak blog dan say hi dengan para blogger.
    Belakangan aku berusaha untuk tidak malas mengklik link-link yang tersebar di timeline Group blogger yang aku ikuti. Dan tak pernah lupa untuk meninggalkan jejak di sana. Ini memberikan dampak yang baik loh. Kunjungan balik dari mereka juga menaikkan trafik di blogku. Sedikit demi sedikit, lama-lama kan bisa jadi bukit. *alhamdulillah

4. Rajin bawa dan mempelajari si hitam DSLRku.
    Biasanya aku males banget bawa kamera DSLR ku kalau tidak pada acara-acara yang aku anggap penting untuk membawanya. Rasanya kok beratttt. Jujur, belum terbiasa di'bebani' olehnya. Alhasil, setiap nemu spot atau moment  yang bagus, ya cuma bisa ngandalin kamera hp. Padahal terkadang jarak antara diriku dan objek jauh. Dan zoom-nya kamera hape gak akan sanggup mencapai objek itu agar terlihat jelas dan bagus. Memang sih, pakai kamera dslr pun aku masih harus banyak belajar. Kenapa ini juga masuk ke resolusi blog ya? Karena eh karena, punya banyak foto tentang spot menarik atau moment yang indah dan penting kan bisa jadi bahan buat nulis di blog. Lagi pula, tanpa foto,isi blog gak terasa 'bernyawa'. Bener apa bener? Dan yang paling mantep foto jepretan sendiri kan ya....:-)

5. Mulai belajar tentang SEO, Google Adsense dan kawan-kawannya.
    Biarpun gak ngebet-ngebet amat dapat penghasilan dari blog, ilmu-ilmu tentang blog wajib belajar juga kali ya. Biar blog kita makin ok. Kalau aku sendiri salah satu jalan yang aku tempuh buat ningkatin pengetahuan dan pemahaman tentang hal-hal terkait blog adalah dengan rajin gugling dan singgah di blog para blogger senior yang memposting hal-hal tersebut. Perlahan tapi pasti, blog tercinta ini diusahakan berjalan ke arah yang lebih baik. Amiin.

6. Mempercantik blog.
   Ini juga salah satu resolusi blog-ku ditahun 2015 ini. Yang paling ngebet nih ya, punya template simple dan bagus idamanku. Sudah ada beberapa template berbayar yang sempet aku lirik. Tapi masih terus cari-cari dulu. Soalnya kalau tampilan blog makin sip, semangat nge-blog juga semakin membara kan? *apikalee

7. Ikut komunitas menulis.
   Belajar untuk bisa menulis dengan baik dan merangkai kata-kata dengan indah bukan hanya penting untuk mereka yang ingin menerbitkan buku saja loh. Dari pengalaman pribadi nih, aku sendiri sangat tertarik untuk lebih sering berkunjung ke blog yang kata-katanya serasa 'ajaib'  dan terangkai dengan apik. Suka banget. Jadi, belajar untuk menulis juga jadi resolusi untuk membuat blog tercinta ini semakin disukai karena style tulisannya. Kalau bisa sampai menerbitkan buku, dengan genre apapun itu, kenapa enggak...:-) *berdo'a

8. Bikin Giveaway perdana.
    Pengennya sih bisa bikin GA perdana jika jumlah pengunjung tembus di angka 5000. Hihihi. Semoga bisa di tahun ini, Amiin.

Do'akan agar semua resolusi di atas bisa aku wujudkan di tahun 2015 ini ya. Paling tidak, di setiap poin, grafiknya naik menjadi lebih baik dari tahun kemarin, Amiin.

Oke, itu resolusi blogku. Kalau kamu resolusi blognya apa?





Minggu, 25 Januari 2015

Mommylicious : Nikmatnya menjadi seorang Mama, Kaya Warna, Kaya Rasa.



Beberapa bulan belakangan, aku kembali akrab dengan buku-buku. Salah satu buku yang selalu aku bawa dan baca saat di rumah maupun di kantor adalah Mommylicious_ID. Buku ini dikirim langsung oleh salah seorang penulisnya, Mama Arin Murtiyarini. Blogger yang aku kenal lewat Kumpulan Emak-emak Blogger. Berulang kali mampir di rumah maya-nya menginspirasi diriku untuk membersihkan dan kembali mengisi blogku yang sudah penuh dengan sarang laba-laba. 

Informasi buku yang diterbitkan dua Mama ini juga aku ketahui dari postingnya Mama Arin di timeline Kumpulan Emak-emak Blogger.Tanpa pikir panjang, aku segera menghubungi Mama Arin untuk mendapatkan buku plus tanda tangan penulis tentunya. Aku belum banyak mengenal Mama Rina Susanti sebelumnya, tapi setelah membaca buku Mommylicious_ID, membuat aku seakan menjadi pendengar setia curhat Mama Rina.

Selain bahwa salah satu penulisnya adalah inspirator bagiku, cover buku Mommylicious_ID yang begitu unik langsung menunjukkan bahwa isi buku akan bercerita seputar parenting dan motherhood. Jenis genre buku yang tak pernah bosan untuk dibaca, apalagi bagi seorang Mama sepertiku. Benar saja, beragam masalah parenting disuguhkan dengan begitu apa adanya dalam buku ini. Seringkali saat membacanya, aku tersenyum simpul atau mengangguk-angguk berulang karena merasa apa yang dinyatakan dalam cerita adalah pendapatku juga. Bahkan juga haru hingga menitikkan air mata. Mommylicious_ID membuatku belajar banyak hal dari pengalaman Mama Arin dan Mama Rina. 

Cerita dalam Mommylicious_ID dibagi dalam 5 judul besar, yakni :
#1. New Baby New Life
#2. Mom's Partner In Crime
#3. Growing Up
#4. Mommy and Friends
#5. Love Wishes

Aku terbiasa memberi penanda pada setiap buku yang kubaca. Tanda-tanda itu akan aku gunakan untuk menyusun review dari buku yang kubaca atau mebuat catatan-catatan pada kalimat-kalimat inspiratif. Tak kusangka, semakin bertambah jumlah halaman yang kubaca, semakin sering penanda itu kutempelkan pada setiap halaman buku. Hampir setiap pengalaman dua Mama ini ingin aku tuliskan kembali. Begitu inspiratif, mengena dan sangat mirip dengan pengalaman pribadiku. Sampai-sampai anak perempuanku yang rajin mengikuti buku-buku yang kubaca pun bertanya, mengapa banyak sekali aku menggunakan penanda kali ini.

Penanda warna-warni yang aku gunakan.

Salah satu penanda pada catatan Mama Arin

Salah satu penanda pada Catatan Mama Rina


 #1

Cerita  yang dimulai dengan pengalaman pertama Mama Arin melahirkan, mengundang senyum yang dalam. Aku pun teringat, bagaimana rasa bahagia itu hinggap di hati kami (aku dan suami), serasa takkan pernah luntur. (Pengalaman Pertama, hal. 13)

Cerita Mama Rina tentang kegagalannya memberikan Asi ekslusif bagi Azka,mau tak mau juga memutar ceritaku sendiri. Aku pun gagal memberikan Asi ekslusif kepada anak sulungku meski dengan alasan yang berbeda. Asiku cukup tapi sedikit sekali jika diperah untuk stok. Itu sebabnya, setelah kembali bekerja, bayiku lebih sering diberi sufor oleh pengasuh karena saat dia menangis, aku belum bisa pulang. Akibatnya produksi ASI-ku pun semakin berkurang. Sedih, bahkan untuk beberapa waktu rasa bersalahnya gak pernah bisa hilang. Kuatir kalau anakku akan sering sakit karena tidak banyak mengkonsumsi Asi. Itu sebabnya Mama Rina, kegalauanmu begitu bisa kurasakan. (ASi untuk Khalif, hal. 17)

'Sebenarnya nggak ada istilah ASI yang tidak cukup, itu sebabnya Allah memerintahkan menyusui sampai dua tahun.Usaha kita yang harus lebih keras.'(Hal.20)

Ah Mama Rina, aku bisa merasakan kemarahan dan kesedihan itu. Teganya seorang Mama mengatakan hal seperti itu kepada Mama lainnya. Bukankah keinginan untuk memberikan yang terbaik kepada bayinya adalah naluri seorang Mama? Mengapa masih ada yang meragukannya? Moms War yang tiada akhir, antara ASI dan sufor. Seringnya kita merasa lebih baik saat mampu memberikan ASI ekslusif lalu merendahkan dan menyepelekan Mama lain yang belum bisa melakukan hal yang sama. Apa kita benar-benar tahu apa yang sudah para Mama itu usahakan? Aku terhenyak.  

Dan aku iri sekaligus bangga padamu Mama Arin :-). Meski bekerja tetap bisa memberikan ASI ekslusif pada Cinta. Ah, semoga jika Allah ridho menitipkan lagi, aku bisa sepertimu Mama Arin...(Momen Indah, hal. 21).

Kagum sama Cinta yang bersikap dewasa dan banyak membantu Mama Arin merawat adiknya Asa. Sepenggal pernyataan yang mengingatkan dan menyadarkanku Mak Arin, bahwa...ya, mereka masih anak-anak. Terkadang aku pun lupa. Terus meminta sulungku Ciwa untuk terus bertoleransi pada adiknya Fadhli. Aku lupa, dia juga punya hak untuk diperhatikan. Bahwa dia masih kecil, bukan wanita dewasa dengan ukuran mini. (Asisten Cilik, hal.24).

Sulungku lebih mirip Azka. Masih banyak cemburu pada adiknya. Bahkan terkadang memaksaku untuk lebih memperhatikan dia dibanding adiknya. Hal yang sering menguji kesabaranku, Mama Rina. Sangat. Hmmm, sepertinya akupun lebih mirip Mama Rina. Berusaha untuk tenang dan sabar, meski kadang tak urung meledak juga. Sementara Mama Arin, sepertinya jauh lebih sabar. (Kakak Cemburu?, hal.28).

'Ini menyadarkan saya akan satu hal, semenjak kehadiran Khalif intensitas kami berpelukan semakin berkurang, tidak setiap malam membacakan buku atau menemani mewarnai atau main cat air, karena perhatian saya lebih tersita oleh Khalif.' (hal. 32)  

Hatiku terenyuh Mama Rina. Aku pun pernah punya pengalaman serupa. Setiap kali setelah insiden dengan Ciwa, aku mendekapnya, meminta maaf padanya jika telah menyakiti hatinya, menjelaskan mengapa aku melakukan hal itu. *saat menuliskan ini pun air mata tak kuasa ku tahan*

Setuju sekali dengan Mama Arin, kakak itu adalah idola bagi adiknya. Sang adik kerap meniru apa yang dilakukan sang kakak, bahkan untuk kebiasaan yang kurang baik sekalipun. Itu pula alasan, aku dan suami berharap, Ciwa bisa menjadi anak sholeha yang cerdas, sehat dan percaya diri, agar kelak Fadhli akan mengikuti jejaknya. Namun tentu saja dengan cara-cara yang baik dan tidak menuntut terlalu keras.*semoga*.Jika ditanya mana dari dua anakku yang paling kusayang? Oh Mama Arin, aku pun mengalami perasaan serupa. Kita menyayangi keduanya dengan  cara dan alasan yang berbeda kan Mama Arin? (Kakakku Idolaku, hal. 32 dan Pertanyaan Nakal, hal.39).

#2

Catatan Mama Rina di 'Mama 911' membuatku tersenyum. Kalau asisten rumah tangga mendadak harus pulang, bagi Mama bekerja, itu 'pukulan' luar biasa. Bingung harus bagaimana menjalani hari-hari tanpa asisten. Terutama masalah anak-anak. Siapa yang akan menjaga mereka? Mama Rina masih beruntung, mempunyai Uti tempat meminta pertolongan. Seperti Mama bekerja lain, yang juga masih mempunyai orang tua yang sehat dan bisa dimintai bantuan. Alhamdulillah....:-)

Ternyata Uti sangat berhati-hati ya Mama Rina. Kalau aku sendiri, sejak kecil, kalau hujan lebat memang dibolehkan bermain hujan di lapangan samping rumah. Bersama abang dan adik-adikku. Kadang juga dengan beberapa orang teman. Memanjat pohon?Jangan ditanya, sering! Terutama pohon buah seri yang sedang matang kemerahan buahnya :-). Ciwa dan fadhli pun aku bolehkan main hujan jika mereka minta, asalkan hujannya deras, tidak banyak petir dan kondisi meraka sehat. (Yang dilarang Uti, hal. 54). 

Mama Arin ternyata tidak tahan digelitikin ya.Hihihi. Di rumah, saat bercengkrama bersama anak-anak, justru permainan menggelitik adalah salah satu favorit keluarga kami. Semua akan kebagian digelitikin. Kadang memang suami suka berlebihan. Sudah dibilang cukup, masih saja terus menggelitik. Tak urung ada juga sih aku manyun gara-gara itu...hehehe. (Candaan ala Ayah, hal. 58)

TV Kabel! Suami juga pernah menyarankan berlangganan tv kabel seperti yang dialami Mama Rina, untuk beberapa alasan yang sebetulnya bisa diterima. Aku pun ingin anak-anak bisa dengan mudah belajar bahasa asing dari kartun-kartun karena mereka doyan nonton VCD kartun anak. Tapi, kekuatiran untuk bisa menepis dan menghindari hal buruknya masih jadi pertimbangan utama yang membuatku berpikir 10 kali untuk berlangganan. Suami dan istri memang dua makhluk dewasa yang berbeda ya Mama Rina. Tapi, setuju sekali, kita dan suami  adalah tim dan partner yang saling melengkapi.Tosss !!! (Mama Vs Abi, hal. 62)

Ikut terharu membaca bagaimana Azka rela tidur larut malam demi bertemu dengan Abi-nya. Teringat bagaimana bungsuku Fadhli juga melakukan hal serupa. Bahkan terkadang, aku tertidur saat menemaninya menunggu. Dan Fadhli yang membangunkanku saat mendengar bunyi klakson mobil Papanya. Mewek daku Mama Rina...(Kangen, hal.65)

Fadhli juga sering berhasil meninabobokan Papanya loh Mama Arin. Hihihi. Dulu juga mengalami hal serupa, mencuri-curi waktu me time diantara dengkuran anak-anak dan suami. Sekarang ? Ikutan tidur saat anak-anak tidur ;-D (Kopi Panas, hal.69)

'Saya berharap, suatu saat mereka akan membaca dan ikut tersenyum.' (Catatan Mama Rina di Obrolan Serius  Hal. 75) 

Hal yang sama, yang mendorong aku menuliskan kisah anak-anak di dalam jurnal keseharianku, di blog.

'Dalam doa sebelum tidur, saya sampaikan, "Tuhan, semoga situsi besok mendukung, saya ingin memasak lebih sering untuk mereka." (Catatan Mama Arin di Makan malam yang tertunda Hal. 78)

Anak-anak dan suami juga suka masakanku. Bahkan anak-anak jarang menghabiskan kue-kue yang kami beli dari luar untuk mereka.Tapi jika aku yang membuat kuenya, kadang tak sampai besok, kuenya sudah ludes. Suami memintaku untuk lebih rajin membuat makanan di rumah. In sya Allah ya Pa....

'Saya jadi diingatkan betapa pentingnya berbagi pengetahuan soal parenting pada asisten atau babysitter, agar mereka tidak mudah memberi label negatif pada anak.' (Catatan Mama Rina di Curhat si Mbak Hal. 85)

Setuju banget Mama Rina. Aku pun berusaha untuk sering sharing dengan kakak pengasuhnya soal ilmu-ilmu parenting yang aku dapat. Termasuk kejadian-kejadian yang membahayakan anak-anak, dengan harapan dia akan lebih waspada. Asisten rumah tangga juga bagian dari tim, untuk bersama mengarahkan perahu yang ditumpangi anak-anak kita pada tujuan akhir yang kita harapkan. Meski tetap, kita (suami dan istri) adalah nahkodanya.

#3

Catatan Mama Arin tentang jeritan-jeritan Asa, membuatku tersadar, seorang Mama sesabar apapun pernah mengalami berada pada titik nadir kesabaran. Saat harus mengerjakan pekerjaan rumah dan anak-anak tidak mau ditinggal. Pelajaran kesabaran yang luar biasa. Dan Mama Arin, berhasil menaklukkan rasa kesalnya. Luar biasa, ternyata latihan kesabaran itu memberikan kemampuan baru bagi Mama Arin. Ya, seperti pada penggalan cerita berikut :

'Dari sini saya juga akhirnya berlatih melempar baju dengan kaki ke udara, lalu menangkapnya secepat mungkin dengan kanan tangan sambil tetap menjaga keseimbangan.' (Jeritan-jeritan Asa, Hal. 94)

Wow....tidak salah kan, jika seorang Mama itu disebut-sebut Multitasking. Memasak sambil menggendong anak plus be-beres. 

'Yah, selagi anak masih mau lengket sama kita,ya nikmati saja. Beberapa tahun lagi mungkin ia sudah enggan kita cium dan peluk'. ( Jeritan-jeritan Asa, hal. 94)

Bagian ini salah satunya yang membuatku mengangguk-angguk setuju Mama Arin. Aku pun yakin, suatu saat nanti, aku akan merindukan masa-masa heboh ini.

Azka kehilangan satu gigi seri bungsunya, akibat terjatuh dan terbentur pinggiran kotak mainannya. Rasa bersalah yang juga pernah aku rasakan, Mama Rina. Karena tak kuasa menahan kantuk, rasanya hanya sepersekian detik saja aku terlelap, Ciwa yg masih bayi jatuh dari atas tempat tidur yang cukup tinggi. Dahinya bengkak bahkan berwarna gelap keunguan. Bayiku menjerit keras. Aku panik sambil terus berusaha membuatnya tenang. Kenangan yang juga takkan pernah akan terlupa. Keteledoran yang membuatku lama bisa memaafkan diriku sendiri. (Kesalahan besar, hal. 95) 

Catatan Mama Rina dengan judul 'PR dari Azka' adalah salah satu bukti bahwa anak belajar banyak dari teladan orangtua dan orang-orang terdekatnya. Akan sangat sulit untuk memberikan informasi atau membiasakan anak terhadap sesuatu hal, jika orang-orang terdekatnya pun tidak melakukan hal yang sama, terlebih lagi jika itu adalah orang tuanya sendiri. Semoga Papa-nya Azka bisa segera berhenti merokok ya Mama Rina...:-)

Sementara itu, catatan Mama Arin tentang Cinta di cerita 'Bintang Makan Siang' mengingatkan aku, bahwa sekecil apapun hasil positif yang diraih oleh anak, harus diapresiasi. 'Alow kak Ciwa, berapa bintangnya hari ini? Atau, bisa tadi jawab soalnya?', juga selalu menjadi sapaan saat aku menjemputnya. Yang kadang di jawab antusias kadang juga setengah layu karena lelah. 'Ada satu yang kak Ciwa lupa Ma', katanya suatu kali menanggapi pertanyaanku tentang soal ujiannya. Aku hanya tersenyum dan bilang tidak apa-apa, tidak harus selalu benar semua. Meski dulu, kadang aku kecewa jika mendengarnya, tapi tidak sekarang. Aku ingin anakku bahagia atas segala jerih payahnya. Menghargai dirinya sendiri. 

Persis seperti keinginan Mama Rina, aku pun berkeinginan untuk menanamkan minat baca pada anak-anak sejak kecil. Alhamdulillah, semenjak hobi membacaku kembali bersemi, anak-anak juga semakin suka buku. Aku tak segan membelikan mereka banyak buku-buku. Senang rasanya melihat anak sulungku begitu hobi membaca. Bahkan seringkali membuat cerita sendiri di bukunya atau di laptopku. Books Lover, ah menyenangkan mengucapkannya. (Books lover, hal. 121)

Mengajarkan Ciwa membuat Perpustakaan mini miliknya.

Dek Fadhli yang belajar membaca. Katanya, biar bisa baca buku-buku tebal seperti punya kak Ciwa

'Menerima ungkapan sayang dari anak-anak menghadirkan kilasan-kilasan waktu yang telah kita lalui.' (Cinta untuk Mama, hal. 136)

Serasa menjadi Mama paling bahagia di dunia,jika menerima ungkapan sayang dari buah hati kita ya. Aku pun merasakan hal yang sama. Yang paling membekas, adalah saat Ciwa duduk di TK B. Tepat di hari Ibu, sepulang sekolah Ciwa menyerahkan selembar kertas yang terlipat padaku. Cerita haru yang aku tulis disini.


Salah satu surat Ciwa untukku.

#4

Cerita yang dituangkan Mama Arin dalam 'Pengertian-pengertian' menunjukkan betapa besar peran kebijakan tempat Mama bekerja dalam memaksimalkan fungsi Mama sebagai Ibu maupun sebagai karyawan. Mama Arin begitu beruntung mendapatkan tempat bekerja yang begitu bertoleransi atas peran gandanya.Tidak semua perusahaan mempunyai kebijakan yang mendukung peran ganda seorang Mama.

Sedikit berbeda dengan Mama Rina di cerita 'Mama kok kerja?', yang kadang bosnya menunjukkan gelagat tidak suka,  saat Mama Rina berusaha memperpendek waktu lemburnya. By the way, curhat Mama Rina ini membuatku penasaran dengan film I Don't know How She Does It dan Motherhood. Ah, setiap orang punya pilihannya sendiri-sendiri ya Mama Rina. Bisa jadi, menghabiskan seluruh waktu untuk mengurus rumah bukan pilihan ideal bagi beberapa Mama.

'Dan setiap saya mengetik di Laptop, Azka berkomentar,"Mama lagi nulis tentang aku ya." (Mama Blogger, hal 151.)

Hahaha, aku juga sering dapat pertanyaan yang sama dari Ciwa, anak sulungku. Lucu ya, kadang mereka juga penasaran apa yang kita tulis tentangnya. Bahkan kadang Ciwa cemburu, jika justru cerita dan foto yang aku masukkan di blog atau medsos lainnya adalah foto adiknya.

Farewell Dua Mama yang begitu menyentuh. Menggambarkan indahnya persahabatan dua Mama yang saling mendukung dan menasehati satu sama lain. Curhat dua Mama yang menyadari, bahwa pilihan bekerja maupun full day mom adalah sama-sama membanggakan. (Farewell Dua Mama, hal. 156).

#5

'Setiap Mama punya cara khusus untuk mengungkapkan rasa sayangnya.' (Cara Mama Mencintaimu, hal. 165)

Setuju dengan Mama Rina. Menunjukkan rasa sayang tidak selalu harus dengan memasakkan makanan yang enak-enak atau membuatkan kue ulang tahun yang indah. Tapi membuat anak-anak antusias dan kagum saat kita mendongeng, juga adalah salah satu bentuk rasa sayang. Tetap semangat ya Mama Rina....:-)

'Menjadi Mama sejuta rasanya. Setiap malam memandang mereka tidur nyenyak, selalu ingin saya bisikkan "Terima kasih Nak, atas kehadiranmu untuk Mama.kalian selalu ada dalam doa dan harapan Mama". (Cinta tanpa syarat, hal. 168).

Aku pun pernah merasakan kegundahan yang sama seperti yang dirasakan Mama Arin. Meragukan diri sendiri, apakah benar aku sudah melakukan yang terbaik? Apa benar aku sudah berusaha sekuat tenaga menjadi Mama yang baik bagi anak-anakku? Pertanyaan ke diri sendiri yang seringkali menerbitkan bulir-bulir di mataku. 

'Menjadi orang tua ibarat memegang teguh kendali layang-layang. Bagaimana kita bisa menerbangkan layang-layang itu ke langit biru. Menjaga keseimbangannya saat sudah di atas. Menguatkan talinya agar tidak putus. Membuat layang-layang sebaik mungkin hingga saat badai datang dapat bertahan, dan tetap terbang seusai badai berlalu, menikmati kembali sinar matahari yang cerah.'  (Mama Arin)

Analogi yang luar biasa dari Mama Arin. Dahsyat menghujam di hatiku. Menginspirasi. Sungguh, menjadi orangtua adalah anugerah, dan berhasil menjadikan anak-anak kita sebagai anak-anak yang berbakti dan berguna baik bagi lingkungan, agama dan negaranya adalah prestasi dunia dan akhirat.

Tidak diragukan lagi, cerita dua Mama ini mampu menggambarkan, betapa berwarnanya hidup menjadi seorang Mama. Kaya Warna, kaya rasa. Jurnal dua Mama yang begitu apa adanya namun menginspirasi. Semoga kita sebagai Mama selalu sadar akan peran kita bagi anak-anak kita. Segala cerita yang terukir, semoga kelak menjadi cerita indah dan bahagia bagi putra-putri kita. 

Menjadi Mama is delicious. It's Mommylicious !






Tulisan ini diikutsertakan pada Lomba Blog Mommylicious Reader Awards dan memperoleh penghargaan sebagai MOST MOMMYLICIOUS READER.




Rumbai, 25 Januari 2015



Minggu, 18 Januari 2015

Wisma Pangeran : Destinasi Menginap yang Asri di Padang Panjang, Sumatera Barat.

Bagi kebanyakan masyarakat Pekanbaru, Sumatera Barat adalah salah satu destinasi terdekat untuk liburan bersama keluarga.Waktu tempuh yang relatif pendek dengan spot wisata alam yang banyak dan menarik menjadi alasan utama. Kontur tanah daerah Sumatera barat yang cenderung tinggi dan sebagian berada di pegunungan, menganugerahi provinsi ini banyak sekali tempat wisata yang hampir tak bisa dijumpai di Pekanbaru, seperti air terjun, mata air panas, pegunungan, lembah, sungai dan pantai-pantai yang memikat.

Bahkan Bukit Tinggi sepertinya tempat favorite bagi banyak wisatawan domestik dari seluruh penjuru Pulau Sumatera untuk menghabiskan malam pergantian tahun.Ini dibuktikan dengan padatnya Bukit tinggi pada tiap akhir tahun oleh plat mobil asal Aceh, Medan, Riau, Palembang, Jambi. Hotel sekitar Jam Gadang selalu full mulai dari akhir tahun sampai minggu pertama awal tahun, jalanan lintas Sumbar yang macet dan banyaknya foto yang disharing di medsos yang menunjukkan spot-spot wisata di Bumi Minangkabau.Setelah 3 kali bolak-balik Sumbar, masih saja terasa banyak tempat menarik yang belum kami singgahi.Termasuk wisata kulinernya.

Pengalaman sebelumnya membuat aku selalu booking hotel jauh-jauh hari sebelum masuk minggu terakhir bulan Desember.Jika tidak begitu, jangan harap akan merasakan libur dengan menginap di tempat nyaman yang kita incar.Tahun pertama menghabiskan akhir tahun di Sumbar memberiku banyak informasi tentang tempat menginap di Bukit Tinggi, terutama sekitaran Jam Gadang. Tarif hotel di sekitaran Jam Gadang akan naik luar biasa di saat akhir tahun. Bahkan pernah,kami mendapati sebuah tempat menginap yang disebut hotel, *meski tak seperti hotel bagi kami*, memasang tarif hampir 1 juta rupiah per-malam. Wow....hanya untuk hotel begitu? No way....Sementara itu, hotel yang menarik di mata kami, justru full.  

Akhirnya kami memutuskan untuk meneruskan sedikit lagi perjalanan ke Padang Panjang. Udara dingin di Padang Panjang terasa lebih sejuk dari pada di Bukit tinggi. Mungkin karena kota ini lebih lengang dibandingkan Bukit tinggi. Tapi mencari tempat menginap yang nyaman, justru lebih mudah di sini.Harganya pun tak semahal di sekitar Jam Gadang sana. Ditinjau dari jarak yang tidak jauh, adalah lebih baik mencari penginapan di Padang Panjang dengan harga yang lebih sesuai kantong dan tetap bisa 'main' ke Bukit Tinggi.....:-)

Plang Wisma Pangeran tampak dari jalan

Dua tahun terakhir, ada tempat menginap yang kami incar. Namun setiap kali kami singgah, tidak ada lagi kamar. Dan entah kenapa,aku selalu lupa mencatat nomor teleponnya. Tapi kali ke-3 ini, meski dihadapkan dengan macet panjang yang luar biasa dari Bukit tinggi - Padang Panjang, kami bisa tidur nyaman di penginapan yang kami idamkan sejak 2 tahun lalu.

Foto diambil dari jalan masuk Wisma

Wisma Pangeran, itu nama penginapan ini. Ya, hanya sebuah wisma, namun menurutku, jauh lebih nyaman dan asri dibandingkan beberapa tempat bernama Hotel, baik di Padang panjang maupun Bukit Tinggi. Kami jatuh cinta pada tempat ini sejak pertama kali menemukannya, 2 tahun yang lalu. Dan kali ini, kami semakin jatuh cinta....hehehe.   

Wisma ini terletak di jalan KH. Ahmad Dahlan No.7. Room yang disediakan di sini ada beberapa tipe:
  • Standard               Rp.330.000
  • Executive             Rp.430.000
  • GH1(Guest House)  Rp.800.000
  • GH2(Guest House)  Rp.1.000.000

Extra Bed : Rp.60.000

Rate tersebut sudah masuk 10% Pajak, service charge dan sarapan. Tambahan pengunjung tanpa extra bed dikenai biaya Rp.40.000/ orang. Namun tidak berlaku bagi anak-anak di bawah 10 tahun.Waktu check out jam 12 siang. 

O ya, dari beberapa tempat menginap yang kami datangi, memang mereka tidak memasang pendingin ruangan alias AC. Walau begitu, setiap malam, kami menarik selimut untuk berlindung dari hawa dingin yang menyengat.

Kamar standard terletak di lantai dasar paling dekat dengan receptionis wisma. Di depan kamar langsung berbatasan dengan kolam ikan. Ah...rasanya luar biasa ya, sambil bersantai di depan kamar bisa memandangi tingkah polah ikan-ikan di kolam. Anak-anak yang paling hobi nih....:-)

Deretan Kamar Standard yang langsung berhadapan dengan kolam ikan.

Ruang Resepsionist sekaligus ruang sarapan pagi para tamu Wisma.
Rutinitas anak-anak setelah sarapan. Memberi makan ikan!

Kamar Executive ada yang terletak di lantai dasar tapi ada pula terletak di lantai 2. Kami memesan kamar ini untuk 3D2N dan kebagian dilantai 2. Meski tidak ada eskalator atau lift seperti dikebanyakan hotel, kami tidak keberatan untuk berkali-kali naik turun tangga yang di sekitarnya begitu asri. Kamarnya cukup luas untuk dihuni 3 dewasa dengan 2 anak seperti rombongan kami. Tambahan 1 extra bed masih menyisakan cukup banyak ruang. Kamar mandinya di desain modern dan bersih. Setiap kamar dilengkapi dengan pemanas air pribadi, bukan central. Karena yang tersisa adalah kamar dengan 2 single bed, kami merapatkannya agar bisa mendapatkan luas seperti layaknya tidur di king atau queen size bed...hehehe



Atas dan bawah - Kamar Executive yang sederhana namun cukup luas dan nyaman.
View dari kamar Executive Lt.2 
Tangga ke Lantai 2.


Kamar GH 2 dan GH 1 diperuntukkan bagi rombongan yang ramai atau pengunjung yang menginginkan menginap bagai di rumah sendiri. Yup, ke-2 tipe kamar ini dilengkapi dengan 2 kamar tidur, ruang keluarga dan ruang makan sendiri. Uhuy, serasa di rumah ya. Nyaman betul sepertinya. Bedanya, Kamar tipe GH 1 jauh lebih luas dari kamar GH 2. Termasuk ukuran kamar tidurnya.

Kamar kami terletak di lantai 2. Bagian bawah kamar tipe GH1. 
Bagian depan kamar tipe GH1.

Komplek Wisma Pangeran

Menurutku, wisma ini dibuat sedemikian rupa hingga benar-benar seakan berada di rumah sendiri. Super nyaman! Kolam ikan dan taman dengan berbagai jenis tanaman dan bunga yang cantik sungguh membuat tempat ini semakin indah. Bahkan anak sulungku bilang, tahun depan harus di sana lagi....

Pagi hari benar-benar serasa di rumah. Sapaan adzan dari Masjid sekitar komplek wisma dan saat membuka tirai kamar, maka pemandangan hijau, bersih dan asri seakan menggoda untuk lebih cepat keluar kamar menikmati keindahannya. Melihat begitu banyak ikan mas dan koi pada 2 kolam di kiri dan kanan jalan masuk utama wisma, dan menikmati warna-warni bunga, yang beberapa hanya ditemukan di dataran tinggi semacam Padang Panjang ini. Bahkan suamiku, tak ingin melewatkan kesempatan untuk membawa bunga dari Wisma ini. Tentu tidak gratis, bayar, tapi murah....:-)

Bunga-bunga yang dibawa dari Wisma Pangeran.

Tepat disebelah kanan wisma juga ada penjual bakso. Kalau hari sedang hujan, uenak banget jalan kaki sedikit dan bisa menikmati kuah bakso yang hangat dan segar.

Padang panjang juga terkenal dengan Sate Mak Syukur (ceritanya di posting berikut ya), wahana bermain air MIFAN, air terjun Lembah Anai yang terletak di pinggir jalan raya dan pemandian yang airnya berasal dari air sungai yang dialirkan ke dalam kolam-kolam renang. Agak jauh ke arah Solok, bisa menikmati pemandian air panas juga...:-) 

Yang jelas, kami sekeluarga, terutama anak-anak nih, jatuh cinta banget ama tempat ini. Dan berniat akan datang lagi nanti, in sya Allah.

Dari 5 bintang, kami kasih 4 bintang untuk tempat ini ...




Rabu, 14 Januari 2015

Ceritaku : Masa-masa Penantian

10 Januari lalu, sulungku genap berusia 9 tahun. Status suamiku disini, mau tak mau membawaku kilas balik. Waktu dimana rasa penantian akan hadirnya buah hati, begitu membahagiakan, tapi juga mencuatkan kekhawatiran yang dalam. Kali ini, aku ingin berbagi, masa-masa itu, semua perasaan yang terjadi.

**********************************************************
Kami menikah di February 2003. Kebahagiaan sebagai pasangan baru juga kami rasakan sebagaimana pasangan-pasangan baru biasanya. Meski hanimunnya hanya di Batam, sambil menemani suami bekerja. Seiring berjalannya waktu, kami memutuskan tak lagi ingin LDR. Kata orang-orang tua, tidak baik. Meskipun jalan panjang perdebatan dan tarik ulur kami lalui meski hanya lewat media telephon.

Tak ada yang perlu dikhawatirkan, apa pun konsekuensi yang kami hadapi setelah bersama,kami nikmati dan lalui. Kesederhanaan yang kami kenang hingga sekarang. Yang membuat kami bisa tersenyum atau menangis saat mengenangnya.

Namun, gusar itu mulai datang. Setelah hampir memasuki 3 tahun pernikahan, aku tak kunjung hamil. Sebagai pasangan yang memang menginginkan keturunan, kami tentu berusaha, sesuai dengan kemampuan kami. 

Kala itu (bahkan sampai hari ini), aku bersyukur, dikelilingi keluarga besar yang sangat menyayangi dan mengerti kami. Mertua ku, punya 13 anak. Suamiku adalah bungsu dari 13 bersaudara. Cucu-cucu mertua luar biasa banyak. Sehingga beliau tak ribut dan mendesak meski kami belum juga memberinya cucu. Meski suamiku adalah anak yang paling dekat dengan ibu mertua, tapi beliau tak pernah menyakiti kami dengan terus bertanya tentang kehamilanku. Ditambah lagi, dua kakak iparku pun masih terus berobat kesana kemari untuk memperoleh keturunan.

Sementara papa ku (aku tak lagi punya mama), adalah malaikat penolongku. Beliau yang paling mengerti keadaanku. Pernah sekali papaku memberikan informasi mengenai tempat dimana aku bisa mencoba untuk berobat, tapi disampaikan dengan sangat halus, sehingga bukan membuatku tersudut, justru memotivasiku untuk semangat mencari info lebih banyak.

Aku dan suami berusaha tegar dan saling menyemangati. Tapi suara sumbang di luar sana yang kadang meruntuhkan dinding ketegaranku. Akhirnya kusadari,sebagai wanita yang belum juga dikaruniai anak, aku menjadi sangat sensitif, jika tidak mau disebut over sensitif. Kata-kata seperti: "Wah, si X tokcer ya, baru 2 bulan menikah sudah hamil" atau perbincangan seru tentang seorang teman yang baru saja positif hamil, bisa membuat hidung dan mataku panas,lalu bulir-bulir yang akan tumpah aku sembunyikan di toilet. Emosi pun ku buang di sana. Ah...bukan hanya sekali dua kali, tapi mungkin puluhan bahkan ratusan kali, rasanya hatiku tercabik. Banyak orang yang tidak pernah mengalami, takkan bisa mengerti, bahwa candaan mereka tak terdengar bagai candaan bagi orang-orang seperti ku (saat itu).

Aku makin sering mewek dan semakin lemah. Bahkan iklan bayi di televisi pun bisa membuatku sesengukkan. Aku ingat, saat itu kami sedang berdua-an melewati sore di depan televisi. Iklan tivi yang menampilkan seorang bayi yang sangat lucu, sontak membuat hatiku perih, merindu, dan air mata ku pun tumpah. Suamiku yang menyadari hal itu, segera memelukku dan menenangkanku. 'Na, Allah maha tahu kapan kita siap untuk dititipkan anak". (Ena : panggilannya untukku sebelum kami punya anak. Sebutanku untuk diriku sendiri sejak kecil). Lalu tangannya mengusap air mataku. Aku tahu dia ikut sedih. Karena itu,di tiap momen yang sama, aku berusaha memalingkan wajah ke arah lain, membelakanginya, dan sesegukkan pelan, agar dia tak tahu. 

Kami pernah ke dokter kandungan untuk berobat. Dokter membekali kami jadwal (you know what kind of jadwal it is) dan memberikan obat penyubur. Sebulan setelahnya,menstruasiku tetap saja setia mengunjungi. Setelahnya, kami berdua pasrah, tak lagi ingin ke dokter. Aku hanya mencoba resep-resep kampung yang aku dapat dari orang-orang tua disekelilingku atau dari seorang teman yang juga setelah 4 tahun menikah baru memiliki anak. Waktu terus berlalu, begitu membahagiakan karena kami saling mendukung satu sama lain, meski banyak sekali hal yang terasa mencoba menodai kebahagiaan kami. Sehingga kadang waktu terasa berjalan begitu lambat. Ada saat dimana kami sudah pasrah, dan memutuskan untuk segera mengangkat anak.

Ada yang bilang, coba pindah rumah, siapa tahu lingkungannya gak bagus. Hmmm...tak semudah itu pindah dan mencari rumah, bagi kami saat itu. Ada yang bilang, jangan tinggal di rumah mertua biar tidak stress. Tapi kami memang tidak tinggal di rumah mertua. Ada yang bilang coba berlibur, berhanimun lagi. Tak pernah kusangka, salah satu jalan-jalan kami, bisa jadi adalah apa yang dikatakan orang itu.

Aku sakit, demam tinggi. Akhirnya harus menjalani opname di RSI Ibnu Sina. Saat itu,aku sedang deg-deg an menanti, apakah si bulan akan datang berkunjung. Ya, setiap bulan, aku selalu menghitung dan menunggu saatnya datang bulan, berharap dia lupa. Berlembar-lembar test pack aku habiskan, dari yang murah hingga yang mahal. Hari ke-2 di RS, saat ke toilet,ku temui bercak merah, lagi....aku menangis. Kusampaikan pada suamiku. "Gak papa, yang penting sekarang ena sembuh dulu", katanya menenangkan. Hampir tiap malam aku tidak bisa tidur. Entah kenapa rasanya badanku panas sekali. Berkali-kali aku menekan bel dan meminta perawat memberikanku obat tidur. Hari ke-3, aku mual. Aku benci tiap kali perawat membawakanku makanan. Baunya bikin perutku mual. Kusampaikan ini pada dokter yang merawatku saat kunjungannya. Lalu dokter memintaku untuk tes urine. Aku tidak tau apa maksudnya. Jika dokter ingin tau apakah aku mual karena hamil, jelas kemarin sudah ada tanda bercak merah, aku mens. Tapi kubiarkan saja,mungkin ada hal lain yang ingin diujinya. 

Subuh itu suamiku sudah bangun. Seperti biasa, dia melakukan sholat berjamaah di masjid RS. Seorang perawat jaga datang pagi-pagi meghampiriku. Katanya: "Ibu, hasil tes urine nya positif". Aku hanya diam, merasa tidak mengerti apa maksudnya. Lalu setelah dia keluar, aku coba memikirkan apa maksud kata-katanya. Apa aku tidak salah dengar? Dengan tak sabar dan penasaran kusampaikan berita itu ke suamiku sepulangnya dari sholat. Tergopoh-gopoh dan setengah berlari dia keluar mendatangi meja perawat. Lalu kembali padaku dan bilang : "Iya, katanya ena hamil, hasilnya positif". Tapii....bercak merah kemarin??? (Setelahnya aku tahu dari buku yang kubaca, bahwa pada saat zigot menempel pada dinding rahim, bisa ada sedikit luka dan bercak darah).

Bahagia? Jangan ditanya. Dua setengah tahun lebih adalah penantian yang cukup lama. Orang tua pasti yang pertama kali kami kabari.Bahagia rasanya mendengar mereka pun bahagia. Setelah baikan, aku dibolehkan pulang ke rumah. Hamil muda ku tak mudah. Mual luar biasa, yang kadang membuatku merintih dan mengeluh sepanjang hari.Yang membuat suamiku bingung apa yang bisa dia bantu. Dia hanya memintaku sabar, dan mengingat, bukankah ini yang kami pintakan dalam do'a-do'a kami dalam hampir tiga tahun ini? Lalu aku mereda, meski nanti mulai lagi merintih kesakitan.

Setelah beberapa hari di rumah, tiba-tiba saja, ada bercak-bercak merah keluar di sekujur badanku. Awalnya aku pikir hanya panas yang keluar dari badan sehingga menimbulkan bercak-bercak merah. Namun, aku mulai tak tenang, saat salah seorang ibu yang notabene adalah mantan perawat mengkhawatirkan, bahwa itu semacam cacar atau campak. Rubella,TORCH !Oh ya Allah...benarkah?

Aku mulai mencari tahu tentang ibu hamil yang mungkin bisa mengidap penyakit ini, dan apa dampaknya bagi kesehatan janin. Aku kembali hancur....aku ketakutan luar biasa. Meski berusaha menyembunyikannya,aku tahu suamiku juga kuatir. Kami mencoba bertanya ke salah satu RS yang paling besar di Pekanbaru saat itu, tentang test yang bisa dilakukan untuk mengetahui apakah aku benar-benar terserang penyakit itu. Ternyata RS tersebut tidak punya alatnya, mereka akan mengirimkan sampel darahku ke Jakarta. Dan biayanya? Cukup mahal bagi kantong kami saat itu. Pasrah, berada diantara keyakinan dan kegalauan, diantara pasrah dan takut, kami berdua sepakat untuk tidak melakukan test dan banyak berdo'a.

Lagi, ibu tersebut menyarankan, agar kandungan ku digugurkan saja. Daripada nanti cacat katanya. Aku luluh lantak, berkeping, menangis sejadi-jadinya. Kepingan hati terserak yang serasa tak mampu aku susun kembali. Sampai hati. Kami menantinya selama hampir 3 tahun. Saat Allah menitipkannya, kami diminta untuk 'melepas'kannya? 

Aku memutuskan untuk curhat ke papaku. Orang paling bijaksana seantero jagat bagiku. Aku menangis, mengadu, menyampaikan kegelisahanku. Ah....Allah telah menitipkan bidadara surga dunia ini untuk kami. Papa menguatkanku. Membuatku yakin, bahwa Allah Maha tahu yang terbaik bagi hambanya. Mendo'akan dengan tulus dan keyakinannya yang besar, bahwa anak yang kukandung, akan lahir dengan sehat dan sempurna. Tangisku pecah lalu mereda. Aku meyakini Allah akan mengijabah setiap do'a yang dihantarkan ke langit oleh orang tua kita. Kami menguatkan hati sambil terus berdo'a agar dedek bayi selalu sehat.

Aku belajar untuk tidak makan yang aneh-aneh selama hamil muda. Tidak juga bakso kesukaanku. Apalagi telur setengah matang dan sayuran mentah. Suami membuatkan penganan ikan yang benar-benar masak, tidak lagi setengah masak seperti kesukaannya. Penyataan seorang dokter kandungan tentang sakit yang pernah aku alami di awal kehamilan, bahwa belum tentu itu virus Rubella, menguatkan aku. Hari demi hari kami lalui dengan terus saling menguatkan. Perut yang semakin besar membuat gerakku semakin lamban. Tidak lagi leluasa duduk untuk mencuci. Lalu suamiku mengambil alih pekerjaan rumah. Meski begitu, semangatku tetap membara saat membersihkan rumah baru kami, agar bisa di tempati bayi mungil kami kelak dia lahir. Ya, Allah memang Maha tahu. Panjang ceritanya, hingga aku mendapatkan jatah perumahan di kantor, bahkan cara Allah membantu kami, hingga kami bisa membayar DP-nya. Sampai dengan ucapan suamiku sebelumnya,bahwa mungkin, calon bayi kami tak ingin lahir di rumah kontrakan kami yang lembab dan dingin. Benar saja, ucapannya bak dicatat malaikat. Aku hamil dan bersamaan dengan itu aku mendapatkan jatah di perumahan dari kantor. Subhanallah. Ah....inilah kenangan luar biasa yang akan kami kenang hingga akhir :-)

Saat kehamilan 7 bulan, bayi kami sungsang. Aku sudah berusaha melakukan gerakan sujud yang lama,hingga rasanya kadang darah berkumpul di kepalaku. Tapi di 8 bulan, bayiku tak bergeming dari posisinya. Dokter bilang, jika masih seperti itu hingga kelahiran, aku harus menjalani operasi caesar. Takut? Pasti. Melahirkan normal belum pernah, malah disuruh pula merasakan operasi. Belum lagi keterangan yang aku baca di buku-buku tentang sakitnya suntik anestesi di punggung (tepatnya tulang belakang). Duh....bikin ketakutanku bertambah saja. Sempat aku ingin di'urut' biar bayiku bisa berada pada jalan lahir normal. Hingga di 9 bulan, seorang dokter pengganti (karena dokter kandunganku sedang keluar kota) bilang, bahwa bayi lebih tau mana posisi yang membuatnya nyaman. Dan jika melalui proses urut, bisa menyebabkan kualitas bayi menjadi buruk (memar misalnya), bahkan kematian. Tambah serem. Mungkin bagi bayiku, itulah posisi yang paling nyaman baginya. Kata-kata yang begitu terasa menguatkan.Jika memang itu yang membuatmu nyaman Nak, biarlah mama menahan sakitnya operasi atau sakit setelahnya yang dikatakan orang-orang. Kepasrahan mendatangiku begitu saja.

Dokter pengganti itu bilang, di 10 januari bayiku sudang matang dan siap untuk dipertemukan dengan dunia. Tapi aku tak menentukan tanggal berapa akan menjalani operasi. Sebelum ke Lhokseumawe (kota dimana orangtuaku tinggal) untuk menjalani operasi dan melahirkan, aku masih ingin merayakan Idul Adha di rumah mertua. Malam Idul Adha, aku heran mengapa bajuku terus basah (yang setelahnya aku ketahui adalah asi pertamaku). Ternyata keesokan harinya, tepat di Idul Adha, air ketubanku pecah bercampur darah.Kaget dan panik luar biasa.Setelah mendatangi bidan dan dinyatakan belum ada bukaan sama sekali, keluarga memutuskan membawaku 5 jam perjalanan dari Pangkalan Berandan ke Lhokseumawe. Sementara Ibu dan dokter kandungan keluarga kami sudah menunggu kedatanganku.

Aku masuk ruang operasi dengan perasaan khawatir. Lampu-lampu operasi dan kamar yang dingin membuatku semakin tak nyaman, apalagi tanpa didampingi suami. Tapi teguran akrab dari dokter kandungan membuat ketakutanku mulai mencair. Aku pasrah,sepasrah-pasrahnya dan hanya berharap pada kebaikan untukku dan bayiku, saat dokter anestesi mulai menyuntik bagian belakang punggungku. Kakiku mulai terasa kebas, tak mampu lagi kuangkat. Kain pemisah di depan wajah menutupi mataku dari apa yang dilakukan para dokter. Tapi bayangan di lampu operasi sedikit menyamarkannya. Aku tahu dimana sayatan itu dimulai, awalnya sedikit kaget,namun setelahnya tak ada rasa  sakit. Hingga.....kudengar tangis bayiku. Subhanallah...begitu cepat. Lalu terasa nyeri di tangan kiriku. Ternyata dokter kembali menyuntikkan obat bius yang membuatku tertidur.

Entah berapa lama aku tertidur, yang jelas, begitu aku terbangun yang terlihat pertama kali adalah raut bahagia suamiku. Berkali-kali dia meminta mataku yang masih kantuk untuk melihat bayi mungil kami.Rambutnya yang sangat lebat,hidungnya yang mancung, kulit halus dan putihnya,semuanya begitu mengagumkan. Pelan matanya terbuka mengintip.Ya Allah....kami hanya bisa berterima kasih atas rahmat,karunia dan kasih sayang-Mu. Bayi kami lengkap tanpa kurang satu apapun. Cantik bagai malaikat kecil.

Ada prosesi yang kutinggalkan saat aku masih terbius. Saat suamiku meng-qamat-kan bayi mungil kami. Aku hanya mendengarnya dari cerita ibuku, bahwa suamiku terserak dan haru saat melakukannya. Rekaman video menunjukkan padaku, betapa  bahagianya suamiku melihat putri kecil kami yang masih dalam box bayi. Mengajaknya berbicara.  Mengajaknya membuka mata. Mungkin ini adalah kado terindah kami.

Nasywa Azizah nama yang kami berikan untuk malaikat kecil ini. Yang artinya : Kebahagiaan yang Mulia. Sebagaimana kami menganggapnya adalah kebahagiaan dan berharap hidupnya akan dimuliakan Allah,dunia dan akhirat. Amiin. Ciwa tumbuh menjadi gadis yang pintar dan cantik. Aku tak pernah bisa membayangkan, jikalau dulu aku mengikuti kata orang, mungkin takkan pernah kulihat wajah cantiknya.

Dia 9 tahun sekarang. Dan do'a kami, dia akan terus tumbuh menjadi wanita sholeha yang taat, sayang kepada orang tua, saudara dan sesama. Wanita berakhlak mulia yang sukses di dunia dan akhiratnya, yang mampu membantu dan menginspirasi orang-orang disekitarnya. Amin ya Rab. Kabulkanlah do'a kami.

Nasywa Azizah

Adakah yang mengalami hal serupa. Cobaan-cobaan yang silih berganti. Boleh sharing di sini ya...:-)

Rumbai, 2 hari setelah hari lahir Ciwa




Sabtu, 10 Januari 2015

Resensi #3 : Montmartre Hatiku Tertinggal

Judul buku       : Montmartre Hatiku Tertinggal
Pengarang       : Olenka Priyadarsani
Penerbit           : PT Mizan Pustaka
Tahun Terbit   : 2014
Tebal Buku      : 264 halaman
Ukuran buku   : 19,5 cm
Kategori           : Novel
ISBN                 : 978-602-242-543-4
Harga               : Rp. 60.500





"Ketika jauh hati bertaut, ketika dekat hati terkoyak.
Dari Paris ke Yogyakarta, dari Eiffel ke Prambanan"


Takdir telah mempertemukan Sophia dan Dimas, tanpa sengaja, bertubrukan 2 kali di Sacre-Coer Basilica dan Sorbonne.Pertemuan yang tanpa di sadari menumbuhkan rasa di antara keduanya. Pertemuan yang menghantarkan Sophia pada keindahan alam Indonesia, candi-candi peninggalan Hindu-Budha Yogya dan pantai Bali.

Sophia Ameera adalah seorang gadis muslim cantik campuran Eropa - Lebanon yang sedang menuntut S2 di Universitas  Paris-Sorbonne jurusan Arkeologi. Wajahnya yang kearab-arab-an dengan kulit putih kemerahan yang sering ditutupi hijab berwarna pink, jelas sangat menarik perhatian. Ketertarikannya yang besar pada benda-benda purbakala serta kebudayaan manusia, menguatkan tekadnya untuk menyebrangi 2 benua, menyelesaikan thesisnya, dan.....bertemu sosok yang telah menautkan diri di hatinya, Dimas. 

Dimas, seorang freelancer penulis perjalanan di sebuah majalah dan tim kreatif dari sebuah PHDimas digambarkan penulis sebagai cowok ganteng yang super sibuk. Pekerjaannya membuatnya selalui dihantui dengan deadlineKunjungannya ke Paris juga adalah jalan-jalan gratis yang didapatkannya sebagai 'barter' tulisannya. Bonusnya adalah perkenalannya yang singkat namun membekas, pada Sophia.

Sophia menolak ajakan Dosen Pembimbingnya untuk meneliti punden berundak di Mesir. Dia lebih memilih meneliti hal yang sama, tapi di Indonesia, tepatnya Yogyakarta. Menjemput takdirnya, bertemu kembali dengan Dimas, untuk ketiga kalinya. 

Kedatangan Sophia ke Indonesia membuat Dimas sumringah luar biasa. Dimas mengajak Sophia menikmati bangunan-bangunan bersejarah dan wisata kuliner daerah. Namun setelahnya, kesibukan Dimas membuatnya sulit menghubungi Sophia. Di saat yang sama, Sophia masih tetap merindukan Dimas dan sibuk dengan penelitiannya. Hingga dia bertemu dengan lelaki lain yang membuat hatinya terbelah, Faisal.

" Bila hatimu tengah menanti dan yang dinanti tak kunjung datang, masa akan terus kau biarkan kosong?" (hal. 179)

Faisal, dosen UGM yang digambarkan sangat tampan. Pendiam dan dingin. Namun semuanya berubah setelah dia mengenal Sophia. Pribadinya menjadi lebih hangat. Faisal adalah Dosen Pembimbing lapangan bagi thesis Sophia. Keterlibatan mereka berdua pada penelitian akhirnya mau tak mau melibatkan mereka secara emosi, Faisal jatuh hati pada Sophia. 

Faisal memang pendiam, namun lebih berani. Suatu hari, disebuah restoran mewah bergaya Bali, diantara bunyi gamelan, Faisal menyatakan cintanya pada Sophia. Sophia bimbang.

"Gadis itu merasa tak adil bila dia membiarkan Faisal menunggu-nunggu jawaban tanpa kepastian. Tapi di sisi lain, rasanya tak adil pula untuk membiarkan Dimas tak tahu apa-apa" (hal. 196)

Sophia masih berharap pada Dimas. Namun rasa ego Dimas, justru menjerumuskan hatinya untuk tidak mengakui kekecewaan dan kecemburuannya pada Faisal. Dimas membiarkan Sophia memilih Faisal !

Restu dari ibu Sophia pun telah diberikan untuk Faisal. Rencana pernikahan dan hidup yang akan mereka jalani pun sudah demikian matang. Hingga sesuatu terjadi. Sesuatu yang akan mengubah haluan yang sudah dipilih Sophia sebelumnya. Faisal dinyatakan sebagai salah satu korban tenggelamnya Kapal laut di daerah Talaud, Sulawesi Utara.

Lalu bagaimana nasib Sophia? Apa rencananya setelah kepergian Faisal? Apakah Sophia akan kembali ke Paris? Atau mungkinkah Dimas yang masih menyimpan rasa mendapatkan kesempatan kedua? Cari tahu akhir kisah Sophia dan Dimas dengan baca bukunya ya....:-)

Selain Sophia,Dimas dan Faisal, munculnya tokoh lain di dalam cerita juga membuat cerita jadi makin berwarna. Rima si pemilik PH yang digambarkan bagai singa betina, pemarah dan pemaksa yang menyebalkan. Seringnya merasa sebagai pasangan Dimas.Padahal Dimas tak pernah punya rasa buatnya. Melody, pengamen setengah laki-laki setengah perempuan yang sukses ikut Indonesian Idol, yang berhasil mempengaruhi sedikit penilaian Sophia tentang Dimas dan Faisal. 

-------------------------------------------------------------------------------------------
Ulasan

Sudah lama sekali tidak menikmati novel percintaan. Setelah punya anak, prefer ke buku-buku parenting dan motivasi. Tapi sesekali bolehlah ya,biar berasa selalu muda. Hehehe. Suka dengan buku ini, meski menceritakan tentang masalah 'hati' dua orang anak manusia, tapi 'lurus' dan gak aneh-aneh. Dimas yang lebih slengek-an pun tetap memperlakukan Sophia dengan santun, apalagi Faisal ! 
Meski, yaaaa...si Dimasnya ngeselin banget. Egoisnya membuat dia terkesan sebagai cowok yang gak gentlemen. Mau gak mau, kebawa cerita, aku juga setuju deh Sophia nerima Faisal.

Cerita cinta yang bisa dibilang klise dan banyak ditulis di buku-buku drama percintaan. Tapi bedanya, buku ini juga bercerita tempat-tempat yang menarik dan kebiasaan setempat, baik di Paris maupun di Indonesia. Secara penulisnya adalah salah seorang penulis buku travelling bestseller. Jadi tahu, ternyata minum kopi itu bagaikan minum air putih di Perancis sana. Artinya, kebanyakan orang Perancis cinta kopi. (hal. 23)

Akhir cerita ini tidak seperti dugaanku, meski antara dugaan dan harapan aku berbeda. Hahaha. Ternyata penulis tak ingin mengecewakan pembaca dengan memberikan akhir yang 'tragis' bagi Dimas. Meski aku hormati, cerita indah di akhir pun tak terlalu dibuat 'dramatis', justru sangat sederhana. Mungkin untuk menghormati sosok Sophia sebagai perempuan baik-baik. Jika digambarkan berlebihan, mungkin bisa mem-'blur' kan karakter Sophia. Meski gimana-gimana, setuju deh dengan keputusannya penulis.

Hal yang sedikit menganggu selama membaca buku ini adalah adanya beberapa kata yang dituliskan tidak lengkap atau perulangan yang tidak tepat. Misalnya : kata masih yang terulang 2 kali di hal. 54, m goreng di hal. 86, lansun di hal. 129, atau halat Ashar hal.157






10 Januari 2015,