Beberapa bulan belakangan, aku kembali akrab dengan buku-buku. Salah satu buku yang selalu aku bawa dan baca saat di rumah maupun di kantor adalah Mommylicious_ID. Buku ini dikirim langsung oleh salah seorang penulisnya, Mama Arin Murtiyarini. Blogger yang aku kenal lewat Kumpulan Emak-emak Blogger. Berulang kali mampir di rumah maya-nya menginspirasi diriku untuk membersihkan dan kembali mengisi blogku yang sudah penuh dengan sarang laba-laba.
Informasi buku yang diterbitkan dua Mama ini juga aku ketahui dari postingnya Mama Arin di timeline Kumpulan Emak-emak Blogger.Tanpa pikir panjang, aku segera menghubungi Mama Arin untuk mendapatkan buku plus tanda tangan penulis tentunya. Aku belum banyak mengenal Mama Rina Susanti sebelumnya, tapi setelah membaca buku Mommylicious_ID, membuat aku seakan menjadi pendengar setia curhat Mama Rina.
Selain bahwa salah satu penulisnya adalah inspirator bagiku, cover buku Mommylicious_ID yang begitu unik langsung menunjukkan bahwa isi buku akan bercerita seputar parenting dan motherhood. Jenis genre buku yang tak pernah bosan untuk dibaca, apalagi bagi seorang Mama sepertiku. Benar saja, beragam masalah parenting disuguhkan dengan begitu apa adanya dalam buku ini. Seringkali saat membacanya, aku tersenyum simpul atau mengangguk-angguk berulang karena merasa apa yang dinyatakan dalam cerita adalah pendapatku juga. Bahkan juga haru hingga menitikkan air mata. Mommylicious_ID membuatku belajar banyak hal dari pengalaman Mama Arin dan Mama Rina.
Cerita dalam Mommylicious_ID dibagi dalam 5 judul besar, yakni :
#1. New Baby New Life
#2. Mom's Partner In Crime
#3. Growing Up
#4. Mommy and Friends
#5. Love Wishes
Aku terbiasa memberi penanda pada setiap buku yang kubaca. Tanda-tanda itu akan aku gunakan untuk menyusun review dari buku yang kubaca atau mebuat catatan-catatan pada kalimat-kalimat inspiratif. Tak kusangka, semakin bertambah jumlah halaman yang kubaca, semakin sering penanda itu kutempelkan pada setiap halaman buku. Hampir setiap pengalaman dua Mama ini ingin aku tuliskan kembali. Begitu inspiratif, mengena dan sangat mirip dengan pengalaman pribadiku. Sampai-sampai anak perempuanku yang rajin mengikuti buku-buku yang kubaca pun bertanya, mengapa banyak sekali aku menggunakan penanda kali ini.
|
Penanda warna-warni yang aku gunakan. |
|
Salah satu penanda pada catatan Mama Arin |
|
Salah satu penanda pada Catatan Mama Rina |
#1
Cerita yang dimulai dengan pengalaman pertama Mama Arin melahirkan, mengundang senyum yang dalam. Aku pun teringat, bagaimana rasa bahagia itu hinggap di hati kami (aku dan suami), serasa takkan pernah luntur. (Pengalaman Pertama, hal. 13)
Cerita Mama Rina tentang kegagalannya memberikan Asi ekslusif bagi Azka,mau tak mau juga memutar ceritaku sendiri. Aku pun gagal memberikan Asi ekslusif kepada anak sulungku meski dengan alasan yang berbeda. Asiku cukup tapi sedikit sekali jika diperah untuk stok. Itu sebabnya, setelah kembali bekerja, bayiku lebih sering diberi sufor oleh pengasuh karena saat dia menangis, aku belum bisa pulang. Akibatnya produksi ASI-ku pun semakin berkurang. Sedih, bahkan untuk beberapa waktu rasa bersalahnya gak pernah bisa hilang. Kuatir kalau anakku akan sering sakit karena tidak banyak mengkonsumsi Asi. Itu sebabnya Mama Rina, kegalauanmu begitu bisa kurasakan. (ASi untuk Khalif, hal. 17)
'Sebenarnya nggak ada istilah ASI yang tidak cukup, itu sebabnya Allah memerintahkan menyusui sampai dua tahun.Usaha kita yang harus lebih keras.'(Hal.20)
Ah Mama Rina, aku bisa merasakan kemarahan dan kesedihan itu. Teganya seorang Mama mengatakan hal seperti itu kepada Mama lainnya. Bukankah keinginan untuk memberikan yang terbaik kepada bayinya adalah naluri seorang Mama? Mengapa masih ada yang meragukannya? Moms War yang tiada akhir, antara ASI dan sufor. Seringnya kita merasa lebih baik saat mampu memberikan ASI ekslusif lalu merendahkan dan menyepelekan Mama lain yang belum bisa melakukan hal yang sama. Apa kita benar-benar tahu apa yang sudah para Mama itu usahakan? Aku terhenyak.
Dan aku iri sekaligus bangga padamu Mama Arin :-). Meski bekerja tetap bisa memberikan ASI ekslusif pada Cinta. Ah, semoga jika Allah ridho menitipkan lagi, aku bisa sepertimu Mama Arin...(Momen Indah, hal. 21).
Kagum sama Cinta yang bersikap dewasa dan banyak membantu Mama Arin merawat adiknya Asa. Sepenggal pernyataan yang mengingatkan dan menyadarkanku Mak Arin, bahwa...ya, mereka masih anak-anak. Terkadang aku pun lupa. Terus meminta sulungku Ciwa untuk terus bertoleransi pada adiknya Fadhli. Aku lupa, dia juga punya hak untuk diperhatikan. Bahwa dia masih kecil, bukan wanita dewasa dengan ukuran mini. (Asisten Cilik, hal.24).
Sulungku lebih mirip Azka. Masih banyak cemburu pada adiknya. Bahkan terkadang memaksaku untuk lebih memperhatikan dia dibanding adiknya. Hal yang sering menguji kesabaranku, Mama Rina. Sangat. Hmmm, sepertinya akupun lebih mirip Mama Rina. Berusaha untuk tenang dan sabar, meski kadang tak urung meledak juga. Sementara Mama Arin, sepertinya jauh lebih sabar. (Kakak Cemburu?, hal.28).
'Ini menyadarkan saya akan satu hal, semenjak kehadiran Khalif intensitas kami berpelukan semakin berkurang, tidak setiap malam membacakan buku atau menemani mewarnai atau main cat air, karena perhatian saya lebih tersita oleh Khalif.' (hal. 32)
Hatiku terenyuh Mama Rina. Aku pun pernah punya pengalaman serupa. Setiap kali setelah insiden dengan Ciwa, aku mendekapnya, meminta maaf padanya jika telah menyakiti hatinya, menjelaskan mengapa aku melakukan hal itu. *saat menuliskan ini pun air mata tak kuasa ku tahan*
Setuju sekali dengan Mama Arin, kakak itu adalah idola bagi adiknya. Sang adik kerap meniru apa yang dilakukan sang kakak, bahkan untuk kebiasaan yang kurang baik sekalipun. Itu pula alasan, aku dan suami berharap, Ciwa bisa menjadi anak sholeha yang cerdas, sehat dan percaya diri, agar kelak Fadhli akan mengikuti jejaknya. Namun tentu saja dengan cara-cara yang baik dan tidak menuntut terlalu keras.*semoga*.Jika ditanya mana dari dua anakku yang paling kusayang? Oh Mama Arin, aku pun mengalami perasaan serupa. Kita menyayangi keduanya dengan cara dan alasan yang berbeda kan Mama Arin? (Kakakku Idolaku, hal. 32 dan Pertanyaan Nakal, hal.39).
#2
Catatan Mama Rina di 'Mama 911' membuatku tersenyum. Kalau asisten rumah tangga mendadak harus pulang, bagi Mama bekerja, itu 'pukulan' luar biasa. Bingung harus bagaimana menjalani hari-hari tanpa asisten. Terutama masalah anak-anak. Siapa yang akan menjaga mereka? Mama Rina masih beruntung, mempunyai Uti tempat meminta pertolongan. Seperti Mama bekerja lain, yang juga masih mempunyai orang tua yang sehat dan bisa dimintai bantuan. Alhamdulillah....:-)
Ternyata Uti sangat berhati-hati ya Mama Rina. Kalau aku sendiri, sejak kecil, kalau hujan lebat memang dibolehkan bermain hujan di lapangan samping rumah. Bersama abang dan adik-adikku. Kadang juga dengan beberapa orang teman. Memanjat pohon?Jangan ditanya, sering! Terutama pohon buah seri yang sedang matang kemerahan buahnya :-). Ciwa dan fadhli pun aku bolehkan main hujan jika mereka minta, asalkan hujannya deras, tidak banyak petir dan kondisi meraka sehat. (Yang dilarang Uti, hal. 54).
Mama Arin ternyata tidak tahan digelitikin ya.Hihihi. Di rumah, saat bercengkrama bersama anak-anak, justru permainan menggelitik adalah salah satu favorit keluarga kami. Semua akan kebagian digelitikin. Kadang memang suami suka berlebihan. Sudah dibilang cukup, masih saja terus menggelitik. Tak urung ada juga sih aku manyun gara-gara itu...hehehe. (Candaan ala Ayah, hal. 58)
TV Kabel! Suami juga pernah menyarankan berlangganan tv kabel seperti yang dialami Mama Rina, untuk beberapa alasan yang sebetulnya bisa diterima. Aku pun ingin anak-anak bisa dengan mudah belajar bahasa asing dari kartun-kartun karena mereka doyan nonton VCD kartun anak. Tapi, kekuatiran untuk bisa menepis dan menghindari hal buruknya masih jadi pertimbangan utama yang membuatku berpikir 10 kali untuk berlangganan. Suami dan istri memang dua makhluk dewasa yang berbeda ya Mama Rina. Tapi, setuju sekali, kita dan suami adalah tim dan partner yang saling melengkapi.Tosss !!! (Mama Vs Abi, hal. 62)
Ikut terharu membaca bagaimana Azka rela tidur larut malam demi bertemu dengan Abi-nya. Teringat bagaimana bungsuku Fadhli juga melakukan hal serupa. Bahkan terkadang, aku tertidur saat menemaninya menunggu. Dan Fadhli yang membangunkanku saat mendengar bunyi klakson mobil Papanya. Mewek daku Mama Rina...(Kangen, hal.65)
Fadhli juga sering berhasil meninabobokan Papanya loh Mama Arin. Hihihi. Dulu juga mengalami hal serupa, mencuri-curi waktu me time diantara dengkuran anak-anak dan suami. Sekarang ? Ikutan tidur saat anak-anak tidur ;-D (Kopi Panas, hal.69)
'Saya berharap, suatu saat mereka akan membaca dan ikut tersenyum.' (Catatan Mama Rina di Obrolan Serius Hal. 75)
Hal yang sama, yang mendorong aku menuliskan kisah anak-anak di dalam jurnal keseharianku, di blog.
'Dalam doa sebelum tidur, saya sampaikan, "Tuhan, semoga situsi besok mendukung, saya ingin memasak lebih sering untuk mereka." (Catatan Mama Arin di Makan malam yang tertunda Hal. 78)
Anak-anak dan suami juga suka masakanku. Bahkan anak-anak jarang menghabiskan kue-kue yang kami beli dari luar untuk mereka.Tapi jika aku yang membuat kuenya, kadang tak sampai besok, kuenya sudah ludes. Suami memintaku untuk lebih rajin membuat makanan di rumah. In sya Allah ya Pa....
'Saya jadi diingatkan betapa pentingnya berbagi pengetahuan soal parenting pada asisten atau babysitter, agar mereka tidak mudah memberi label negatif pada anak.' (Catatan Mama Rina di Curhat si Mbak Hal. 85)
Setuju banget Mama Rina. Aku pun berusaha untuk sering sharing dengan kakak pengasuhnya soal ilmu-ilmu parenting yang aku dapat. Termasuk kejadian-kejadian yang membahayakan anak-anak, dengan harapan dia akan lebih waspada. Asisten rumah tangga juga bagian dari tim, untuk bersama mengarahkan perahu yang ditumpangi anak-anak kita pada tujuan akhir yang kita harapkan. Meski tetap, kita (suami dan istri) adalah nahkodanya.
#3
Catatan Mama Arin tentang jeritan-jeritan Asa, membuatku tersadar, seorang Mama sesabar apapun pernah mengalami berada pada titik nadir kesabaran. Saat harus mengerjakan pekerjaan rumah dan anak-anak tidak mau ditinggal. Pelajaran kesabaran yang luar biasa. Dan Mama Arin, berhasil menaklukkan rasa kesalnya. Luar biasa, ternyata latihan kesabaran itu memberikan kemampuan baru bagi Mama Arin. Ya, seperti pada penggalan cerita berikut :
'Dari sini saya juga akhirnya berlatih melempar baju dengan kaki ke udara, lalu menangkapnya secepat mungkin dengan kanan tangan sambil tetap menjaga keseimbangan.' (Jeritan-jeritan Asa, Hal. 94)
Wow....tidak salah kan, jika seorang Mama itu disebut-sebut Multitasking. Memasak sambil menggendong anak plus be-beres.
'Yah, selagi anak masih mau lengket sama kita,ya nikmati saja. Beberapa tahun lagi mungkin ia sudah enggan kita cium dan peluk'. ( Jeritan-jeritan Asa, hal. 94)
Bagian ini salah satunya yang membuatku mengangguk-angguk setuju Mama Arin. Aku pun yakin, suatu saat nanti, aku akan merindukan masa-masa heboh ini.
Azka kehilangan satu gigi seri bungsunya, akibat terjatuh dan terbentur pinggiran kotak mainannya. Rasa bersalah yang juga pernah aku rasakan, Mama Rina. Karena tak kuasa menahan kantuk, rasanya hanya sepersekian detik saja aku terlelap, Ciwa yg masih bayi jatuh dari atas tempat tidur yang cukup tinggi. Dahinya bengkak bahkan berwarna gelap keunguan. Bayiku menjerit keras. Aku panik sambil terus berusaha membuatnya tenang. Kenangan yang juga takkan pernah akan terlupa. Keteledoran yang membuatku lama bisa memaafkan diriku sendiri. (Kesalahan besar, hal. 95)
Catatan Mama Rina dengan judul 'PR dari Azka' adalah salah satu bukti bahwa anak belajar banyak dari teladan orangtua dan orang-orang terdekatnya. Akan sangat sulit untuk memberikan informasi atau membiasakan anak terhadap sesuatu hal, jika orang-orang terdekatnya pun tidak melakukan hal yang sama, terlebih lagi jika itu adalah orang tuanya sendiri. Semoga Papa-nya Azka bisa segera berhenti merokok ya Mama Rina...:-)
Sementara itu, catatan Mama Arin tentang Cinta di cerita 'Bintang Makan Siang' mengingatkan aku, bahwa sekecil apapun hasil positif yang diraih oleh anak, harus diapresiasi. 'Alow kak Ciwa, berapa bintangnya hari ini? Atau, bisa tadi jawab soalnya?', juga selalu menjadi sapaan saat aku menjemputnya. Yang kadang di jawab antusias kadang juga setengah layu karena lelah. 'Ada satu yang kak Ciwa lupa Ma', katanya suatu kali menanggapi pertanyaanku tentang soal ujiannya. Aku hanya tersenyum dan bilang tidak apa-apa, tidak harus selalu benar semua. Meski dulu, kadang aku kecewa jika mendengarnya, tapi tidak sekarang. Aku ingin anakku bahagia atas segala jerih payahnya. Menghargai dirinya sendiri.
Persis seperti keinginan Mama Rina, aku pun berkeinginan untuk menanamkan minat baca pada anak-anak sejak kecil. Alhamdulillah, semenjak hobi membacaku kembali bersemi, anak-anak juga semakin suka buku. Aku tak segan membelikan mereka banyak buku-buku. Senang rasanya melihat anak sulungku begitu hobi membaca. Bahkan seringkali membuat cerita sendiri di bukunya atau di laptopku. Books Lover, ah menyenangkan mengucapkannya. (Books lover, hal. 121)
|
Mengajarkan Ciwa membuat Perpustakaan mini miliknya. |
|
Dek Fadhli yang belajar membaca. Katanya, biar bisa baca buku-buku tebal seperti punya kak Ciwa |
'Menerima ungkapan sayang dari anak-anak menghadirkan kilasan-kilasan waktu yang telah kita lalui.' (Cinta untuk Mama, hal. 136)
Serasa menjadi Mama paling bahagia di dunia,jika menerima ungkapan sayang dari buah hati kita ya. Aku pun merasakan hal yang sama. Yang paling membekas, adalah saat Ciwa duduk di TK B. Tepat di hari Ibu, sepulang sekolah Ciwa menyerahkan selembar kertas yang terlipat padaku. Cerita haru yang aku tulis disini.
|
Salah satu surat Ciwa untukku. |
#4
Cerita yang dituangkan Mama Arin dalam 'Pengertian-pengertian' menunjukkan betapa besar peran kebijakan tempat Mama bekerja dalam memaksimalkan fungsi Mama sebagai Ibu maupun sebagai karyawan. Mama Arin begitu beruntung mendapatkan tempat bekerja yang begitu bertoleransi atas peran gandanya.Tidak semua perusahaan mempunyai kebijakan yang mendukung peran ganda seorang Mama.
Sedikit berbeda dengan Mama Rina di cerita 'Mama kok kerja?', yang kadang bosnya menunjukkan gelagat tidak suka, saat Mama Rina berusaha memperpendek waktu lemburnya. By the way, curhat Mama Rina ini membuatku penasaran dengan film I Don't know How She Does It dan Motherhood. Ah, setiap orang punya pilihannya sendiri-sendiri ya Mama Rina. Bisa jadi, menghabiskan seluruh waktu untuk mengurus rumah bukan pilihan ideal bagi beberapa Mama.
'Dan setiap saya mengetik di Laptop, Azka berkomentar,"Mama lagi nulis tentang aku ya." (Mama Blogger, hal 151.)
Hahaha, aku juga sering dapat pertanyaan yang sama dari Ciwa, anak sulungku. Lucu ya, kadang mereka juga penasaran apa yang kita tulis tentangnya. Bahkan kadang Ciwa cemburu, jika justru cerita dan foto yang aku masukkan di blog atau medsos lainnya adalah foto adiknya.
Farewell Dua Mama yang begitu menyentuh. Menggambarkan indahnya persahabatan dua Mama yang saling mendukung dan menasehati satu sama lain. Curhat dua Mama yang menyadari, bahwa pilihan bekerja maupun full day mom adalah sama-sama membanggakan. (Farewell Dua Mama, hal. 156).
#5
'Setiap Mama punya cara khusus untuk mengungkapkan rasa sayangnya.' (Cara Mama Mencintaimu, hal. 165)
Setuju dengan Mama Rina. Menunjukkan rasa sayang tidak selalu harus dengan memasakkan makanan yang enak-enak atau membuatkan kue ulang tahun yang indah. Tapi membuat anak-anak antusias dan kagum saat kita mendongeng, juga adalah salah satu bentuk rasa sayang. Tetap semangat ya Mama Rina....:-)
'Menjadi Mama sejuta rasanya. Setiap malam memandang mereka tidur nyenyak, selalu ingin saya bisikkan "Terima kasih Nak, atas kehadiranmu untuk Mama.kalian selalu ada dalam doa dan harapan Mama". (Cinta tanpa syarat, hal. 168).
Aku pun pernah merasakan kegundahan yang sama seperti yang dirasakan Mama Arin. Meragukan diri sendiri, apakah benar aku sudah melakukan yang terbaik? Apa benar aku sudah berusaha sekuat tenaga menjadi Mama yang baik bagi anak-anakku? Pertanyaan ke diri sendiri yang seringkali menerbitkan bulir-bulir di mataku.
'Menjadi orang tua ibarat memegang teguh kendali layang-layang. Bagaimana kita bisa menerbangkan layang-layang itu ke langit biru. Menjaga keseimbangannya saat sudah di atas. Menguatkan talinya agar tidak putus. Membuat layang-layang sebaik mungkin hingga saat badai datang dapat bertahan, dan tetap terbang seusai badai berlalu, menikmati kembali sinar matahari yang cerah.' (Mama Arin)
Analogi yang luar biasa dari Mama Arin. Dahsyat menghujam di hatiku. Menginspirasi. Sungguh, menjadi orangtua adalah anugerah, dan berhasil menjadikan anak-anak kita sebagai anak-anak yang berbakti dan berguna baik bagi lingkungan, agama dan negaranya adalah prestasi dunia dan akhirat.
Tidak diragukan lagi, cerita dua Mama ini mampu menggambarkan, betapa berwarnanya hidup menjadi seorang Mama. Kaya Warna, kaya rasa. Jurnal dua Mama yang begitu apa adanya namun menginspirasi. Semoga kita sebagai Mama selalu sadar akan peran kita bagi anak-anak kita. Segala cerita yang terukir, semoga kelak menjadi cerita indah dan bahagia bagi putra-putri kita.
Menjadi Mama is delicious. It's Mommylicious !
Tulisan ini diikutsertakan pada Lomba Blog Mommylicious Reader Awards dan memperoleh penghargaan sebagai MOST MOMMYLICIOUS READER.
Rumbai, 25 Januari 2015