Iboih Beach, Sabang, Weh Island, Aceh.

Iboih Beach, Sabang, Weh Island, Aceh.

Rabu, 31 Desember 2014

Resensi #2 : Teka - Teki Terakhir

Judul buku       : Teka - Teki Terakhir
Pengarang       : Annisa Ihsani
Penerbit           : PT Gramedia PustakaUtama
Tahun Terbit   : 2014
Tebal Buku      : 256
Ukuran buku   : 20 cm
Kategori           : Teenlit








Sebuah rumah tua yang besar berwarna putih di pinggiran sungai Littlewood menyimpan begitu banyak misteri. Ada yang mengatakan, bahwa pasangan suami istri Maxwell yang tinggal di rumah itu adalah penyihir, lengkap dengan sapu terbang dan ramuan hijau mengepul. Atau ada gosip yang menyebutkan bahwa mereka adalah ahli kimia gila yang sedang membuat eksperimen berbahaya. Ada juga yang mengatakan bahwa mereka ahli botani gila yang sedang meneliti tanaman langka. Gosip yang semakin mengada-ada dan berkembang karena keluarga Maxwell hampir tak pernah keluar rumah. Kesan angker dari rumah dan pemilik pun semakin menjadi.

Adalah seorang gadis kecil dua belas tahun bernama Laura, yang tak pernah bermimpi akan menjadi tamu rutin rumah angker tersebut. Laura tinggal tak jauh dari rumah keluarga Maxwell. Setiap hari, Laura harus melewati jalan di depan rumah tua itu jika pergi dan pulang dari sekolah. 

Suatu hari, Laura pulang dalam keadaan kesal. Pak Larson,guru matematikanya, menuliskan angka Nol dengan spidol merah dan dua garis di bawahnya. Seakan kuatir Laura tak dapat melihat angka tersebut dengan jelas. Kertas ujian itu pun dibuang Laura sekenanya pada sebuah tong sampah di depan rumah keluarga Maxwell.

Tak disangka, esok harinya sepulang Laura dari sekolah,ia ditegur oleh seorang yang dianggap paling angker di kota kecil Littlewood. Tuan Maxwell !!!

-- Dari jarak sedekat ini, dia sama sekali tak terlihat menyeramkan, hanya terlihat seperti pria tua rapuh yang kesepian -- (hal 19)

Ternyata Tuan Maxwell menemukan kertas ujian yang diremas dan dibuangnya ke salah satu tong sampah didepan rumah tua itu. Lalu Tuan Maxwell memberikannya sebuah buku berwarna hijau berjudul " Nol: Asal-usul dan Perjalanannya". Buku yang tak pernah disangka oleh Laura akan mengubah pandangannya tentang matematika, bahkan mengubah seluruh hidupnya.

" Kuharap kau tidak terlalu terganggu atas nilai latihan aljabar konyol itu. Mendapat nol tidak terlalu buruk, terutama setelah begitu lama pencariannya" (hal. 21)

Kata-kata yang dipahami oleh Laura, setelah dia menyelesaikan buku pemberian Tuan Maxwell.

Kertas ujian lusuh yang dikembalikan oleh Tuan Maxwell tak lagi sama. Ada beberapa coretan berupa catatan tambahan tentang pekerjaan Laura pada kuis matematikanya itu. Catatan-catatan yang membimbing dan menguatkan motivasi Laura untuk memahami dan menjadi lebih baik dalam matematika.

Perkenalannya terhadap pasangan Maxwell, akhirnya membuka tabir rahasia dari semua gosip yang pernah ada di kota Littlewood tentang pasangan itu. Bahwa ternyata James dan Eliza Maxwell adalah Profesor, Ahli Matematika. 

Dan cerita tentang pengalaman luar biasa yang dialami oleh Laura setelahnya, diceritakan dengan begitu apik oleh Annisa Ihsani. Bagaimana Laura belajar banyak istilah matematika dari Tuan Maxwell maupun istrinya. Seperti tentang triple phytagoras, pembuktian formal, Quod Erat Demonstrandum, Teorema, hipotesis, konjektur, counterexample, aksioma, paradoks  dan nama-nama ahli matematika dari seluruh penjuru dunia. Laura menjadi sangat tertarik dengan matematika. Nilai matematikanya pun semakin bagus, bahkan mendapat nilai 100 !

Seakan pengalaman dan  cerita-cerita cerdas terus bersama Laura saat dia menghabiskan waktunya di rumah putih tua yang katanya angker itu. Laura datang ke rumah itu untuk membaca banyak cerita novel detektif di perpustakaan luas dengan banyak buku milik keluarga Maxwell. Tapi selalu saja ada jalan bagi Tuan Maxwell untuk membuatnya tertegun dan terpana pada setiap hal tentang matematika.

Suatu kali, Laura mengetahui, mengapa Tuan Maxwell sering menghabiskan waktunya di ruang kerja hingga lupa makan. Ternyata Tuan Maxwell sedang mencoba membuktikan Teorema Terakhir Fermat yang selama 350 tahun belum ada yang berhasil membuktikannya. Hal yang telah dilakukannya selama puluhan tahun. Menyita masa mudanya. Pendekatan-pendekatan yang dilakukannya selama puluhan tahun itu belum berhasil membuktikan teorema terakhir Fermat. Obsesinya sepanjang hidup. Itu juga sebabnya, Tuan Maxwell begitu akrab dengan rokok dan jauh dari kehidupan sosial. Berkotak-kotak rokok dihabiskannya selama seminggu. Menurunkan kesehatannya sedikit demi sedikit.

Kedekatan Laura pada keluarga Maxwell dan kecintaannya membaca buku-buku di perpustakaan mereka, tanpa sadar membuat Laura melupakan teman baiknya, Katie. Konflik antara Laura dan Katie menghiasi perjalanan cerita Teka-Teki Terakhir ini. Ada sedikit konflik juga antara Laura dan Eliza Maxwell, tapi tak terlalu dramatis. Cerita ini cenderung datar. Namun penemuan-penemuan Laura tentang banyak isi kamus matematika membuatnya menjadi menarik, termasuk bagaimana akhirnya Laura menemukan jalan untuk menyukai Matematika !

Titik puncak pertama dari cerita adalah pada saat Tuan maxwell membaca sebuah email dari teman sesama ahli matematika.

"Sebaiknya Kau datang ke konferensi di Cambridge nanti...ada rumor mengatakan...Andrew Wiles telah membuktikan Teorema Terakhir Fermat.." (hal.191)

Sebuah berita yang sungguh mengejutkan bagi Tuan Maxwell. Laura pun merasakan kesedihan yang mendalam. Kedekatannya pada keluarga ini,membuatnya merasakan hal yang sama pedih, mendengar bahwa kemungkinan pekerjaan tahunan Tuan Maxwell akan menjadi sia-sia.

Apakah Andrew Wiles benar-benar bisa membuktikan Teorema terakhir Fermat? Atau berita itu hanya isapan jempol yang biasa beredar di internet? Lalu bagaimana dengan nasib pembuktian yang coba dilakukan Tuan James Maxwell selama puluhan tahun? Siapa yang berhasil membuktikan teorema tersebut?

Baca bukunya. Meski genre buku ini Teenlit, tak perlu kuatir jika buku ini dibaca oleh anak usia Sekolah Dasar. Tak ada drama percintaan ala remaja.Ada sedikit cerita tentang seorang cowok yang menurut sahabat Laura, Katie, terpesona dengannya. Tapi hanya itu, tak lebih. Alur cerita yang kuat tentang penemuan dalam bidang matematika lebih banyak dibahas dalam buku ini. Cocok untuk anak yang suka matematika, atau justru membencinya. Siapa tahu dengan membaca pengalaman Laura, justru memotivasi untuk bisa 'menaklukan' matematika.

Hanya saja, yang bikin penasaran, kota Littlewood ini dimana? Karena tak pernah sekalipun penulis menyebutkannya. Lalu penggunaan kata-kata yang mungkin masih kurang pantas dibaca oleh anak usia Sekolah Dasar ke bawah, semisal : bodoh, bajingan. Meski sebenarnya kata-kata itu hanyalah sebuah contoh kalimat saat Tuan maxwell mengajarkan Laura tentang sebuah konsep dalam matematika.

Meski demikian, buku ini tetap sangat layak dibaca, menurut saya. 

Sinopsis

Gosipnya suami -istri Maxwell  penyihir. Ada juga yang bilang pasangan itu ilmuwan gila. Tidak sedikit yang mengatakan mereka keluarga ningrat yang melarikan diri ke Littlewood. Hanya itu yang Laura tau tentang tetangganya tersebut.

Dia tidak pernah menyangka kenyataan tentang mereka lebih misterius daripada yang digosipkan. Di balik pintu rumah putih di Jalan Eddington, ada sekumpulan teka-teki logika, paradoks membingungkan tentang tukang cukur, dan obsesi terhadap pernyataan matematika yang belum terpecahkan selama lebih dari tiga abad.Terlebih lagi, Laura tidak pernah menyangka akan menjadi bagian dari semua itu.

Tahun 1992, laura berusia dua belas tahun, dan teka-teki terakhir mengubah hidupnya selamanya..... 


Akhir tahun 2014, 31 Des 2014
10:46 PM

Rabu, 24 Desember 2014

Resensi #1 : Hafalan Shalat Delisa

Judul buku       :Hafalan Shalat Delisa
Pengarang       : tere liye
Penerbit           : Republika
Tahun Terbit   : 2008
Tebal Buku      : 266
Ukuran buku   : 20.5 x 13.5






"D-e-l-i-s-a  cinta Ummi.... Delisa c-i-n-t-a Ummi karena Allah !"
Pelan sekali delisa mengatakan itu. Kalah oleh desau angin pagi Lhok Nga yang menyelisik kisi-kisi kamar tengah. Amat menggentarkan. Terdengar jelas di telinga kanan Ummi. Kalimat yang bisa meruntuhkan tembok hati. (hal: 53)

Untaian yang sangat manis dari seorang anak perempuan kecil yang baru berumur 6 tahun. Tak ada ibu yang tidak akan terpana dan gemetar, mendengar putri bungsu mungilnya menyatakan cinta kepadanya karena Allah, Zat yang Maha Agung.

Tetapi, bagi Delisa yang masih bocah, saat itu, ungkapan tersebut adalah bekalnya untuk mendapatkan hadiah sepotong coklat dari guru ngajinya, Ustadz Rahman. Hadiah yang dijanjikan, jika mampu membuat sang Ummi menangis saat mengucapkan kata luar biasa itu. Saat nyaris ketahuan oleh Aisyah,kakaknya, Delisa berusaha berbohong.

Tak pernah terbayangkan oleh si mungil Delisa, ketidakjujurannya itu, menjadi 'semak belukar' dalam usahanya menghafal ayat-ayat sholat. 

Delisa adalah anak bungsu dari 4 bersaudara. Kakaknya Fatimah berumur 12 tahun, berpembawaaan tenang dan mengayomi adik-adiknya. Kakaknya ke-2 dan ke-3 adalah kembar, Aisyah dan Zahra. Zahra sangat pendiam,sementara Aisyah usil dan suka sekali mengganggu Delisa. Ummi adalah seorang ibu penyayang yang religius, selalu membimbing dan menaungi anak-anaknya dengan ketaatan pada Sang Maha. Abi mereka bekerja sebagai pelaut,di salah satu kapal tanker milik perusahaan PT.Arun.

Kak Aisyah diberikan tanggung jawab untuk membantu Delisha menghafal bacaan sholat. Sesuatu yang penting bagi Delisha, karena Ummi menjanjikannya sebuah kalung hadiah dengan gantungan huruf 'D' untuk Delisha.

26 Desember 2004. Hari dimana Delisha harus menunjukkan hafalan sholatnya di depan Ibu Guru Nur, Ummi dan teman-temannya yang lain. Hari yang sangat dinanti oleh Delisa,untuk mendapatkan hadiah kalung dari Ummi dan sepeda dari Abi. Di saat yang sama,130 km dari Lhok Nga, lantai laut retak seketika. Merekah sepanjang ratusan kilometer. Mencuatkan tarian kematian. Gempa yang disusul tsunami,meluluh lantakkan sebagian besar Nanggroe Aceh, termasuk Lhok Nga. Sekolah Delisa diterjang gulungan tinggi ombak tsunami. Hafalan sholat Delisa belum tuntas....

Begitu panjang derita yang dilalui oleh Delisa dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Cerita yang disuguhkan oleh penulis setelah tsunami berlangsung memberikan begitu banyak hikmah. Menyindir hati-hati yang sering tak puas akan takdir yanng telah digoreskan sang Pencipta. Delisa kehilangan kakak-kakaknya. Sementara Ummi, belum juga ditemukan dimana rimbanya. Belajar banyak dari anak kecil berumur 6 tahun, akan makna pasrah, menerima dan ikhlas. Begitu banyak kehilangan, namun juga digantikan dengan banyaknya pertemuan.

Delisa tak jua bisa menghapal bacaan sholatnya. Bahkan bacaan itu seakan semakin jauh pergi dari ingatannya. Perjuangan Delisa untuk menyelesaikan hafalannya harus melalui jalan panjang penuh onak duri. Berkali bertemu Ummi dalam mimpi,yang terus memintanya menyelesaikan hafalan shalatnya. Akankah Delisa mampu menyelesaikan hafalannya? Apakah Delisa akan bertemu Ummi? 

Buku ini bercerita banyak hal, bukan hanya hafalan sholat delisha, tapi juga pertemuan-pertemuan delisa dengan orang-orang baru, prajurit Salam yang muallaf karena takjub pada keanehan saat dia menemukan Delisa pertama kali, Shopi perawat yang sekilas mengingatkan Delisa pada hadiah kalungnya, banyak lagi. Yang paling memilukan adalah bagaimana kepedihan musibah tsunami Aceh digambarkan dengan begitu menyentuh. Akhir yang bahagia juga tragis pada pertemuan Ummi dan Delisa.

Buku yang menguras banyak air mata, namun terselip makna yang dalam. Hanya dosa kecil yang dilakukan Delisa, namun kata maaf yang belum tersampaikan pada Ummi, menahan ingatannya untuk mampu menghafal bacaan sholatnya. Kala Ummi memaafkannya dalam mimpi, alam semesta seakan membantunya untuk menyelesaikan tugas hafalan shalatnya. Dan Ummi, menunaikan janjinya untuk menghadiahkan Delisa kalung dengan gantungan 'D' untuk Delisa.

Buku yang sangat layak untuk dibaca,bahkan untuk anak-anak yang sudah gemar membaca buku cerita tebal tanpa gambar. Bisa mengajarkan mereka tentang kasih sayang bersaudara. Bahwa, kadang jika kita berfikir nanti untuk berbuat baik pada saudara kita, tapi sangat mungkin 'nanti' itu tidak akan ada lagi.




Rumbai,20141224